Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta tengah menyiapkan antisipasi pendatang baru ke wilayah DKI Jakarta saat arus balik Lebaran 2025.
Upaya ini ditempuh agar pertumbuhan penduduk di DKI Jakarta dapat dikendalikan seiring dengan program penataan Administrasi Kependudukan yang telah dilakukan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta di tahun 2024 lalu.
“DKI Jakarta tetap ramah terhadap warga dan pendatang. DKI Jakarta tetap berlaku adil, tetap menarik dan memberikan kebahagiaan pada setiap orang,” ujar Kepala Dinas Dukcapil DKI Jakarta, Budi Awaluddin, Jumat (14/3/2025).
Akan tetapi program ini harus tetap terukur sehingga perwujudan menjadi kota global bisa tercapai. “Karena itu, tahun ini (2025) operasi yustisi tidak dilakukan seperti tahun-tahun sebelumnya,” katanya.
Dalam pemaparan Budi Awaluddin, pertumbuhan penduduk di DKI Jakarta yang tercatatat dari kelahiran setiap bulannya rata-rata sebesar 8.796 jiwa.
Sementara itu, pertumbuhan penduduk dalam satu momentum, seperti pasca Lebaran, di periode 2021-2024, rata-rata jumlah pendatang di Jakarta sebanyak 22.412 jiwa.
Setelah diterapkannya program penataan Administrasi Kependudukan di tahun 2024, perpindahan penduduk (migrasi) menurun sekitar 37,47 persen.
Program penataan Administrasi Kependudukan yang telah dilakukan Disdukcapil DKI Jakarta, menata dan memastikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) hanya diberikan kepada penduduk dalam suatu wilayah yang sesuai dengan domisili.
“Dalam kurun waktu maksimal satu tahun, setiap penduduk harus menyesuaikan identitas kependudukan sesuai domisili,” ucap Budi Awaluddin di kantor Dinas Dukcapil DKI Jakarta.
Upaya ini selaras dengan Pasal 15 ayat (2) UU 23 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan UU 24 tahun 2013 tentang Adminduk, bahwa setiap warga negara wajib melaporkan perubahan data kependudukan, termasuk perubahan Alamat, terutama jika telah berdomisili di alamat baru lebih dari 1 tahun.
Regulasi ini bertujuan untuk menciptakan kualitas pelayanan terbaik bagi masyarakat, menjamin akurasi data kependudukan serta memberikan kepastian hukum bagi setiap warga.
Hal ini mendapat atensi oleh pengamat perkotaan dan tata ruang Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, yang menilai DKI Jakarta harus bertindak cepat mengelola administrasi kependudukan.
“Harus ada regulasi, misalnya minimal 10 tahun menetap dan ber-KTP DKI Jakarta baru bisa mendapatkan fasilitas bantuan, karena DKI Jakarta hingga saat ini masih menjadi magnet bagi warga Indonesia,” kata Yayat Supriatna seperti dikutip dari Antara, Jumat (14/3/2025).
Kota DKI Jakarta memiliki infrastuktur lengkap yang di sertai berbagai bantuan bagi warganya, maka dari itu, masih menurut Yayat Supriatna, perlu adanya regulasi yang berdampak efektif untuk menangani warga pendatang.